Setiap tanggal 22 Desember,
diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Para ibu dan perempuan berlomba untuk
mengadakan rangkaian kegiatan menyambut hari “bersejarah” ini. Mulai dari
upacara bendera dengan personil yang semuanya perempuan, anjangsana ke panti
social, lomba-lomba dan berbagai kegiatan lainnya dalam menyemarakkan hari Ibu.
Peringatan hari Ibu sering
dijadikan sebagai momen untuk mengingatkan pemerintah akan posisi kaum
perempuan yang sejajar dengan laki-laki. Juga untuk semakin menguatkan gerakan
emansipasi perempuan dalam seluruh lini kehidupan seperti yang dilakoni oleh
para lelaki.
Tuntutan perempuan untuk bisa
sejajar dengan laki-laki yang dibungkus dalam sebuah gerakan yang bernama
“emansipasi” ternyata pada faktanya justru menyengsarakan perempuan. Bagaimana
tidak, emansipasi telah menyeret kaum perempuan untuk berkiprah di ranah publik
dan meninggalkan ranah domestik yang mereka geluti selama ini. Para wanita ini
menghabiskan waktunya seharian di luar rumah dan meninggalkan anak-anaknya
diasuh oleh bibi yang sebahagian besar tidak “ngeh” dengan masalah parenting
dan pendidikan anak. Walhasil anak pun terbentuk menjadi pribadi yang lemah
karena kurang kasih sayang, Hingga wajar jika negara ini mulai berjalan menuju
kehancurannya, karena generasi mudanya adalah generasi yang lemah.
Sementara ketika mereka berkiprah
diluar rumah, tidak ada jaminan keamanan, riskan dengan kekerasan dan pelecehan
dan sangat sering menjadi korban kejahatan.
Sepertinya ada yang perlu kita
renungkan kembali tentang pemaknaan hari Ibu. Bagi perempuan, hari Ibu bermakna
penyadaran kembali (refresh) tentang peran dan tanggung jawab kita sebagai ummu
wa rabbatul bait (Ibu dan Manajer Rumah Tangga). Peran Ibu adalah melahirkan
keturunan/generasi yang soleh dan solehah, menjadi madrasatul ula (sekolah
pertama) bagi anak-anaknya. Dalam peran ini para Ibu sebagai pencetak generasi
yang menjadi pilar utama peradaban, haruslah memiliki ilmu yang mumpuni, supaya
lahir generasi yang kuat dari sisi fisik dan non fisik.
Peran selanjutnya adalah sebagai
manajer rumah tangga. Sebagai manajer, Ibu bertanggung jawab untuk mengelola
rumah tangganya hingga menjadi nyaman bagi para penghuninya. Dialah yang
berperan dalam menciptakan ketenangan dan kedamaian di dalam rumah bagi suami
dan anak-anaknya.
Dalam Islam wanita tidak dilarang
untuk bekerja, hukumnya mubah. Namun jangan sampai yang mubah ini justru lebih
mendominasi hingga yang wajib (ibu dan manajer rumah tangga) terlalaikan.
Tidak hanya itu, kita juga butuh negara yang peduli dan
paham akan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat.